TRANSFER PEMBELAJARAN
A.
Pendahuluan
Manusia yang dilahirkan ke dunia ini telah membawa potensi-potensi (kesanggupan-kesanggupan)
seperti potensi berjalan, melihat, mendengar, berbicara, berfikir dan
lain-lain.
Namun potensi-potensi itu masih berupa kesanggupan (Potential Ability) yang belum dapat
diwujudkan dalam prestasi/ perbuatan nyata (Actual Ability),
kecuali telah datang masa kematangan dan mengalami perkembangan dan
latihan-latihan atau belajar. Maka dari itu manusia harus belajar.
Dunia pendidikan mengartikan diagnosis kesulitan belajar sebagai segala
usaha yang dilakukan untuk memahami dan menetapkan jenis dan sifat kesulitan
belajar. Masalah belajar yang terjadi dikalangan peserta didik sering kali
terjadi dan menghambat kelancaran proses belajar siswa.
Pengetahuan dan ketrampilan siswa sebagai hasil pada masa lalu belajar
seringkali mempengaruhi proses belajar yang sedang dialaminya sekarang. Dan
inilah yang disebut dengan transfer belajar yaitu perpindahan hasil belajar ke
suatu bidang yang lain dari bidang dimana hasil belajar itu semua diperoleh.
Kondisi tertentu itu dapat berkenaan dengan keadaan dirinya yaitu berupa
kelemahan-kelemahan dan dapat juga berkenaan dengan lingkungan yang tidak
menguntungkan bagi dirinya. Masalah-masalah belajar ini tidak hanya dialami
oleh murid-murid yang lambat saja dalam belajarnya, tetapi juga dapat menimpa
murid-murid yang pandai atau cerdas.
Transfer dan motivasi memainkan peranan penting
pada situasi belajar baru, sering dilihat sebagai tujuan belajar sehingga yang
menjadi ukuran keberhasilan belajar adalah seberapa jauh transfer itu terjadi
(Pea, 1987; Perkins, 1991). Motivasi yang didefinisikan sebagai daya dorong untuk menciptakan dan
mempertahankan niat dan tindakan mengejar cita-cita adalah penting karena motivasi tersebut
menentukan tingkat keterlibatan aktif dan sikap pelajar terhadap belajar.
Transfer dalam belajar mengandung arti pemindahan keterampilan hasil belajar
dari satu situasi ke situasi lainnya.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa transfer dan
motivasi itu saling mendukung dalam menciptakan lingkungan belajar yang
optimal. Jika siswa merasa bahwa apa yang ia pelajari itu relevan dan
dapat ditransfer ke situasi yang lain, maka ia akan melihat bahwa belajar itu
ada artinya, agar transfer itu terjadi, pelajar harus termotivasi untuk melakukan
dua hal. Pertama,
ia harus dapat mengenali peluang untuk melakukan transfer, kedua, ia perlu
mempunyai motivasi untuk memanfaatkan peluang ini.
Dengan demikian, tantangan
bagi pengajaran adalah untuk secara serempak meningkatkan transfer dan motivasi
sehingga keduanya mendukung pembelajaran. Untuk melakukan hal tersebut, para guru, pertama-tama,
harus memahami hakikat transfer dalam pembelajaran. Oleh karena itu, dalam
rangka memenuhi tugas mata kuliah psikologi pendidikan kami menarik kesimpulan
untuk membuat makalah mengenai transfer pembelajaran yang berkaitan langsung
dengan implikasi transfer pembelajaran dalam praksis pembelajaran.
B.
Teori
Transfer Pembelajaran
1. Pengertian
Transfer Belajar
Istilah transfer belajar
berasal dari bahasa inggris “transfer of learning” dan berarti : pemindahan
atau pengalihan hasil belajar yang diperoleh dalam bidang studi yang satu ke
bidang studi yang lain atau ke kehidupan sehari-hari diluar lingkup pendidikan
sekolah. Pemindahan atau pengalihan ini menunjuk pada kenyataan, bahwa hasil
belajar yang diperoleh, digunakan di suatau bidang atau situasi diluar lingkup
bidang studi dimana hasil itu mula-mula diperoleh. Misalnya, hasil belajar
bidang studi geografi, digunakan dalam mempelajari bidang studi ekonomi; hasil
belejar dicabang olahraga main bola tangan, digunakan dalam belajar main
basket; hasil belajar dibidang fisika dan kimia, digunakan dalam mengatur
kehidupan sehari-hari. Hasil studi yang dipindahkan atau dialihkan itu dapat
berupa pengetahuan (informasi verbal), kemahiran intelektual, pengaturan
kegiatan kognitif, ketrampilan motorik dan sikap. Berkat pemindahan dan
pengalihan hasil belajar itu, seseorang memperoleh keuntungan atau mengalami
hambatan dalam mempelajari sesuatu dibidang studi yang lain.
Transfer belajar terjadi apabila seseorang dapat menerapkan
sebagian atau semua kecakapan-kecakapan yang telah dielajarinya ke dalam
situasi lain yang tertentu. Beberapa contoh sebagai penjelasan, seseorang yang
telah dapat menguasai bahasa Belanda umpamanya, ia akan lebih mudah dan cepat
mempelajari bahasa Jerman. Kecakapan dan pengetahuan tentang gramatika dan
idiom serta susunan kata-kata dalam bahasa Belanda memudahkan orang itu untuk
mempelajari bahasa Jerman. Sesorang yang telah dapat mengedarai seperti motor
lebih mudah jika ia belajar mengendarai mobil. Pengtahuan dan kecakapannya
mengendarai sepeda motor diterapkan atau ditransferkan kepada kecakapan
mengendarai mobil.
Demikianlah kita dapat mengatakan transfer belajar apabila yang telah
kita pelajari dapat dipergunakan untuk memperlajari yang lain. Biasanya
transfer ini terjadi karena adanya persamaan sifat antara yang lama dengan yang
baru, meskipun tidak benar-benar sama. Akan tetapi, tidak selamanya transfer
itu terjadi dengan baik seperti yang telah diuraikan di atas. transfer dalam
belajar ada yang bersifat positif dan ada yang negatif. Transfer belajar
disebut posiif jika pengalaman-pengalaman atau kecakapan-kecakapan yang telah
dipelajari dapat diterapkan untuk mempelajari situasi yang batu. Atau dengan
kata lain, respons yang lama dapat memudahkan untutuk menerima stimulus yang
batu. Disebut transfer negatif jika pengalaman atau kecakpan yang lama
menghambat untuk menerima pelajaran atau kecakapan yang baru. Seperti contoh
berikut, seseorang yang telah biasa mengetik denggan dua jari, jika ia akan
belajar mengetik dengan sepuluh jari tanpa melihat, akan lebih banyak mengalami
kesukaran daripada seseorang yang baru belajar mengetik. Contoh lain,
seorang guru yang berusaha memperbaiki/ mengajar membaca anak-anak yang telah
gagal diajar oleh guru lain dengan suatu metode, akan banyak mengalami
kesukaran dan memakan waktu yang lebih lama, daripada mengajar anak-anak yang
baru saja belajar membaca.
2. Teori
Daya dan Transfer
Ada suatu teori yang erat hubungannya dengan transfer belajar, yaitu
teori daya. Teori ini bertitik tolak dari pandangan ilmu jiwa bahwa jiwa itu
terdiri atas gejala-gejala atau daya-daya jiwa, seperti: daya mengamati, daya
ingatan, daya berfikir, daya perasaan, daya kemauan, dan sebaginya.
Menurut teori daya (biasa disebut juga “formal dicipline”), daya-daya
jiwa yang ada pada manusia itu dapat dilatih. Dan setelah terlatih dengan baik,
daya-daya itu dapat digunakan pula untuk pekerjaan lain yang menggunakan daya
tersebut. Dengan demikian terjadilah transfer belajar. Berikut ini contoh
sebagai penjelasan, murid-murid dilatih belajar sejarah, dengan
memperlajari pelajaran sejarah secara tidak langsung daya ingatannya
sering dipergunakan untuk mengingat-ingat bermacam-macam peristiwa, dan
sebagainya. Ingatan anak itu makin terlatih dan makin baik terhadap pelajaran
itu. Maka menurut pendapat teori daya, daya ingatan yang telah terlatih baik
bagi pelajaran itu dapat digunakan pula (ditransferkan) kepada pekerjaan lain.
Demikianlah,menurut teori daya ada tiap matapelajaran disekolah pendidik
perlu melatih daya-daya itu (daya ingatan,berfikir, merasakan, dan sebagainya),
sehingga daya-daya yang sudah terlatih itu akan dapat digunakan dalam mata-mata
pelajaran yang lain dan juga bagi pekerjaan-pekerjaan lain di luar sekolah.
Sekolah yang menganut teori daya ini, sudah tentu lebih mengutamakan
terlatihnya semua daya-daya jiwa anak-anak, daripada nilai atau kegunaan mata
pelajaran. Berguna atau tidaknya materi/ isi mata pelajaran itu dalam praktek
di kemudian hari, tidaklah menjadi soal. Yang penting, apapun yang diajarkan
asalkan dapat melatih daya-daya jiwa adalah baik. Penganut teori daya
beranggapan bahwa anak-anak yang pandai di sekolah sudah tentu akan pandai pula
dalam masyarakat.
Akan tetapi teori daya terlalu mengganggap jiwa terdiri dari daya-daya
yang terpisah-pisah satu sama lain. Sehingga dengan melatih masing-masing dari
daya itu sendiri-sendiri mereka berharap telah dapt mendidik oran itu. Padahal
jiwa ausia itu merupakan suatu kebulatan, daya-daya jiwa erat hubungannya satu
sama lain, tidak dapat dipisah-pisahkan. Kebenaran yang lain ialah, teori daya
terlalu mementingkan nilai formal dalam tiap-tiap mata pelajaran di sekolah. Nilai
praktis dan nilai material dari mata pelajaran itu tidak dihuraukan. Pandangan
inilah yang menimbulkan cara-cara mengajar yang bersifat verbalistis dan
intelektualistis, yang hingga kini masih merajalela dalam duni apendidikan di
sekolah-sekolah kita pada umumnya.
Transfer dalam Belajar : yaitu pemindahan pola-pola perilaku dalam
situasi pembelajaran tertentu ke situasi lain. Menurut pandangan Gestalt,
transfer belajar terjadi dengan jalan melepaskan pengertian obyek dari suatu
konfigurasi dalam situasi tertentu untuk kemudian menempatkan dalam situasi
konfigurasi lain dalam tatasusunan yang tepat. Judd menekankan pentingnya
penangkapan prinsip-prinsip pokok yang luas dalam pembelajaran dan kemudian
menyusun ketentuan-ketentuan umum (generalisasi). Transfer belajar akan terjadi
apabila peserta didik telah menangkap prinsip-prinsip pokok dari suatu
persoalan dan menemukan generalisasi untuk kemudian digunakan dalam memecahkan
masalah dalam situasi lain.
3. Faktor – faktor Yang Berperan Dalam Transfer
Belajara
Sudah tentu di sekolah diusahakan agar siswa belajar mengadakan transfer
belajar positif, supaya siswa mampu menggunakan aneka hasil (yang diperoleh di
bidang studi yang satu) di bidang studi lain atau dalam kehidupan sehari-hari.
Namun terjadinya transfer belajar positif tergantung dari beberapa
faktor yaitu :
a. Proses belajar. Transfer belajar baru dapat
diharapkan terjadi setelah siswa mengolah materi pelajaran dengan
sungguh-sungguh yaitu dalam rangka fase yang ketiga. Keberhasilan dalam
pengolahan itu sendiri pun tergantung pada kesungguhan motivasi belajar (fase
pertama) dan kadar konsentrasi terhadap unsur-unsur yang relevan (fase kedua).
b. Hasil belajar. Ada aneka hasil belajar yang
bersifat lebih terbatas dan karena itu kemungkinan untuk mengalihkannya ke
bidang studi yang lain lebih terbatas, seperti informasi verbal dan ketrampilan
motorik. Terdapat pula aneka hasil belajar yang mengandung kemungkinan untuk
dialihkan secara lebih luas ke berbagai bidang studi, bahkan menjadi bekal
untuk digunakan dalam banyak bidang kehidupan.
c. Bahan atau materi dalam bidang studi, metode atau
prosedur kerja yang diikuti dan sikap yang dibutuhkan dalam bidang studi.
Transfer belajar mengandalkan adanya kesamaan, maka kesamaan antara daerah/
bidang studi atau antara bidang studi dan kehidupan sehari-hari itu secara
nyata harus ada, entah menyangkut metode, materi, prosedur kerja atau sikap.
d. Faktor-faktor subjektif di pihak siswa. Kemampuan
mengolah berkaitan dengan kemampuan belajar, terutama komponen kemampuan
intelektual tinggi, lebih mampu untuk mengolah secara mendalam dan secara lebih
menyeluruh dan pada umumnya lebih mampu untuk melihat kemungkinan mengadakan
transfer belajar.
e. Sikap dan usaha guru. Apakah siswa berhasil dalam
mengadakan transfer belajar, bila hal itu dimungkinkan, tergantung juga dari kesadaran
dan usaha guru untuk mendampingi siswa dalam mengadakan transfer belajar.
4. Teori Transfer Belajarar
Sementara itu Gagne seorang ahli psikologi pendidikan mengatakan bahwa
transfer belajar dapat digolongkan dalam empat kategori yaitu :
a. Transfer positif dapat terjadi dalam diri seseorang
apabila guru membantu si belajar untuk belajar dalam situasi tertentu dan
akan memudahkan siswa untuk belajar dalam situasi-situasi lainnya. Transfer
positif mempunyai pengaruh yang baik bagi siswa untuk mempelajari materi yang
lain. Transfer positif mempunyai pengaruh yang baik bagi siswa.
b. Transfer negatif dialami seseorang apabila si
belajar dalam situasi tertentu memiliki pengaruh merusak terhadap
ketrampilan/pengetahuan yang dipelajari dalam situasi yang lain. Sehubung
dengan ini guru berupaya untuk menyadari dan menghindari siwa-siswanya dari
situasi belajar tertentu yang dapat berpengaruh negatif terhadap kegiatan
belajar dimasa depan.
c. Transfer vertikal (tegak); terjadi dalam diri
seseorang apabila pelajaran yang telah dipelajari dalam situasi tertentu
membantu siswa tsb. dalam menguasai pengetahuan atau ketrampilan yang lebih
tinggi atau rumit. Misalnya dengan menguasai materi tentang pembagian atau
perkalian maka siswa akan lebih mudah mempelajari materi tentang pangkat. Agar
memperoleh transfer vertikal ini guru dianjurkan untuk menjelaskan kepada siswa
secara eksplisit mengenai manfaat materi yang diajarkan dan hubungannya dengan
materi yang lain. Dengan mengetahui manfaat dari materi yang akan dipelajari
dengan materi lain yang akan dipelajari di kelas yang lebih serius.
d. Transfer lateral (ke arah samping) terjadi pada
siswa bila ia mampu menggunakan materi yang telah dipelajari untuk mempelajari
materi yang memiliki tingkat kesulitan yang sama dalam situasi lain. Dalam hal
ini perubahan waktu dan tempat tidak mempengaruhi mutu hasil belajar siswa.
Misalnya siswa telah mempelajari materi tentang tambahan, dengan menguasai
materi tambahan maka siswa akan lebih mudah mempelajari materi yang lebih
tinggi tingkat kesilitannya misalnya materi tentang pembagian. Contoh lainnya
seorang siswa STM telah mempelajari tentang mesin, maka ia akan dengan mudah
mempelajari teknologi mesin lain yang memiliki elemen dan tingkat kerumitan
yang hampir sama.
5. Prinsip – prinsip Transfer Belajar
Adapun prinsip-prinsip transfer belajar (sehubungan dengan mengingat)
menurut Klasmeier (dalam Slameto, 2003) adalah sebagai berikut.
Generalisasi
|
1. Mengarahkan
energi sacara intensif pada suatu tujuan.
2. Materi
yang bermakna, yang berkaitan antara berbagai bagian dan yang mana individu
dapat memasukannya dalam struktur kognitifnya yang siap dipelajari dan
diingat.
3. Penguat
positif akan memapankan perilaku, dan dan karenanya memungkinkan terjadinya
retensi.
4. Latihan/praktek
meningkatkan stabilitas dan kejelasan pengetahuan individu sehingga
mengurangi kelupaan.
5. Larangan
yang pro-aktif dan retro-aktif serta kurangnya keterkaitan materi sebagai
akibat retensi.
6. Pengetahuan,
sikap dan kemampuan yang digeneralisasikan siap dialihkan ke situasi yang
baru.
7. Sikap,
pengetahuan, dan kemampuan individu yang umum dan inklusif dikembangkan
melalui penerapan dan berbagai situasi.
8. Sikap,
pengetahuan, dan kemampuan akan mendapatkan organisasi yang mapan melalui
pengalaman belajar yang produktif selama jangka waktu tertentu.
|
Prinsip
|
1. Menanamkan kesungguhan pada
anggota yang belajar.
2. Membuat materi belajar menjadi
bermakna.
3. Memungkinkan terjadinya
konsekuensi yang memuaskan terhadap respon-respon yang benar.
4. Menyediakan latihan/praktek.
5. Menghindari organisasi yang
salah dan gangguan.
6. Menekankan konsep konsep dan
kemampuan-kemanpuan umum.
7. Memungkinkan terjadinya
aplikasi.
8. Memungkinkan peningkatan
belajar dan tindak lanjutnya.
|
C.
Implikasi
Transfer Pembelajaran Dalam Praksis Pembelajaran
Transfer positif, seperti yang telah diutarakan, akan mudah terjadi pada
diri seorang siswa apabila situasi belajarnya dibuat sama atau mirip dengan
situasi sehari-hari yang akan ditempati siswa tersebut kelak dalam
mengaplikasikan pengetahuan dan ketrerampilan yang telah ia pelajari di
sekolah. Transfer positif dalam pengertian seperti inilah sebenarnya yang perlu
diperhatikan guru, mengingat tujuan pendidikan secara umum adalah terciptanya
sumber daya manusia berkualitas yang adaptif. Kualitas inilah yang seyogianya
didapat dari lingkungan pendidikan untuk digunakannya dalam kehidupan
sehari-hari. Oleh sebab itu, setiap lembaga kependidikan terutama jenjang
pendidikan menengah, perlu menyediakan kemudahan-kemudahan belajar, seperti
alat-alat dan ruang kerja yang akan ditempati siswa kelak setelah lulus.
Sementara itu, menurut teori yang dikembangkan Thordike, transfer
positif hanya akan terjadi apabila dua materi pelajaran memiliki kesamaan
unsur. Hal-hal seperti kesamaan situasi dan benda-benda yang digunakan untuk
belajar sebagaimana tersebut dalam teori Gagne, tidak dianggap berpengaruh.
Untuk memperkuat asumsinya, Thordike memberi contoh, jika Anda telah memecahkan
masalah geometri yang mengandung sejumlah huruf tertentu sebagai petunjuk, maka
Anda tak akan dapat mentransfer kemampuan memecahkan masalah geometri itu untuk
memecahkan masalah geometri lainnya yang menggunakan huruf yang berbeda.
Dalam perspektif psikologi kognitif masa kini, mekanisme transfer
positif masih diragukan karena teori ini menganggap transfer sebagai
peristiwa-peristiwa spontan dan mekanis seperti yang diyakini orang selama ini.
Keraguan itu timbul karena para ahli kognitif telah banyak menemukan peristiwa
transfer positif yang sangat mencolok antara kedua ketrampilan yang memiliki
unsur yang sangat berbeda, namun memiliki struktur logika yang sama.
Berdasarkan hasil penelitian menurut perspektif kognitif transfer
positif hanya akan terjadi pada diri seorang siswa apabila dua wilayah
pengetahuan atau keterampilan yang dipelajari siswa tersebut menggunakan dua
fakta dan pola yang sama, dan membuahkan hasil yang sama pula. Dengan kata lain
dua domain pengetahuan tersebut merupakan sebuah pengetahuan yang sama.
Ilustrasinya dapat digambarkan sebagai berikut. Orang yang menduga bahwa
seorang siswa yang telah membaca kitab alquran akan secara otomatis mudah
belajar bahasa arab karena ada kesamaan unsur (sama-sama bertulisan arab) perlu
dipertanyakan. Namun seorang siswa yang pandai dalam seni baca alquran sangat
mungkin dia belajar tarik suara karena dalam dua wilayah keterampilan itu terdapat
kesamaan struktur logika yakni logika seni. Demikian pula halnya dengan siswa
yang sudah menguasai bahasa dan sastra Indonesia, ia mungkin akan mudah sebagai
seorang pengarang. Mudahnya siswa tersebut sebagai pengarang bukan akan adanya
kesamaan unsur, melainkan karena antara penguasaan bahasa dan sastra dengan
aktivitas mengarang itu terdapat hubungan yang muncul dari struktur logika yang
sama.
Sesungguhnya transfer itu merupakan peristiwa kognitif yang terjadi
karena belajar. Jadi belajar dalam hal ini seyogianya dipandang sebagai keadaan
sebelum transfer atau prasyarat adanya transfer dengan demikian anggapan
bahwa transfer itu spontan dan mekanis sebenarnya berlawanan dengan hakikat
belajar itu sendiri, yakni perbuatan siswa yang sedikit atau banyak selalu
melibatkan aktivitas kognitif. Sementara untuk kasus transfer negatif menurut
Andersen dan Lawson (dalam Syah, 2002) tak perlu dirisaukan karena jarang
terjadi. Kesulitan belajar siswa yang terjadi selama ini diduga karena transfer
negatif sebenarnya memerlukan penelitian lebih lanjut. Sebab selama ini
gangguan konflik antar ingatan fakta dalam memori manusia hampir tak pernah
terjadi atau mengganggu perolehan keterampilan baru. Sehingga kesulitan belajar
yang dialami siswa mungkin disebabkan oleh faktor-faktor seperti faktor intern
siswa dan ekstern siswa (misalnya, labilnya emosi, gangguan alat indra,
dan lingkungan belajarnya).
Terdapat peristiwa belajar yang secara lahiriah tampak seperti transfer
tetapi sesungguhnya bukan. Contoh-contoh ini penting untuk diketahui agar siswa
dan guru tidak terkecoh oleh timbulnya sesuatu yang baru dan baik sebagai
sesuatu yang sedang diharapkan yakni transfer positif. Pertama, seorang siswa
yang berkemampuan menulis dengan menggunakan tangan kanan lalu suatu saat dia
mampu juga menulis dengan tangan kirinya. Atau kejadian lain seperti seorang
siswa memantul-mantulkan bola dengan tangan kanannya kemudian siswa itu juga
mampu memantul-mantulkan bola dengan tangan kirinya walaupun tanpa latihan.
Peristiwa seperti ini tampaknya seperti transfer karena kemampuan tangan kanan
seakan-akan memberi pengaruh tangan kirinya, padahal peristiwa tersebut bukan
transfer. Peristiwa-peristiwa tadi hanya merupakan bukti bahwa perilaku belajar
itu bersifat organik yakni melibatkan semua organ-organ tubuh, termasuk organ
otak, meskipun siswa tadi tidak tampak memikirkan bagaimana cara memantukan
bola dengan tangan kirinya. Peristiwa yang tampak seperti yang tampak tadi
lazim disebut cross education.
Kedua, seorang anak SD yang mengenal huruf “u” dalam kata “gula”
suatu saat dapat pula mengenal huruf tersebut dalam kata “guru” atau “madu”
dan sebagainya. Kasus yang terjadi pada anak tadi bukan transfer, melainkan
peristiwa penerapan hasil belajar perseptual saja.
D.
Kesimpulan
Dari pemaparan yang telah dilakukan, dapat ditarik kesimpulan sebagai
berikut.
1. Pengertian transfer belajar yaitu proses mengaitkan
informasi baru dengan pengetahuan yang dimiliki sebelumnya, sehingga dapat
memperdalam, memperhalus dan menambahkan serta memperbaiki pengalaman
sebelumnya. Terdapat empat jenis pandangan mengenai hakekat transfer belajar
yaitu teori disiplin formal, teori elemen identik, teori generalisasi, dan
teori Gestalt. Prinsip-prinsip transfer belajar antara lain: menanamkan
kesungguhan pada anggota yang belajar sehingga belajar menjadi bermakna,
memungkinkan terjadinya konsekuensi sehingga terjadi peningkatan belajar.
2. Transfer dalam belajar dapat digolongkan ke dalam
empat kategori yaitu: transfer positif, transfer negatif, transfer vertikal,
transfer lateral.
3. Proses transfer belajar akan mudah terjadi pada
diri seorang siswa apabila situasi belajarnya dibuat sama atau mirip dengan
situasi sehari-hari yang akan ditempati siswa tersebut kelak dalam
mengaplikasikan pengetahuan dan ketrerampilan yang telah ia pelajari di
sekolah.
E.
Daftar
Pustaka
Anonim A. 2010. Transfer Belajar. Diakses Tanggal 13 april 2013 pukul 14.42 WITA (http://cyber-benyo.blogspot.com/)
Anonim B. 2010. Transfer Belajar. Diakses Tanggal 13 april 2013 pukul 14.42 WITA (http://moeyi1011.blogspot.co.uk/2010/07/ijp-transfer-belajar.html)
Mahmud.2009. TRANSFER BELAJAR. Diakses Tanggal 13 April 2013 pukul 15.01 WITA (http://mahmud09-kumpulanmakalah.blogspot.com/2009/02/transfer-belajar-pengertian-macam-macam_20.html)
Pujilestari. 2010.Transfer Belajar. Diakses Tanggal 13 april 2013pukul 15,04 WITA (http://srisukopujilestari.blogspot.com/2010/07/transfer-belajar.html)
Ihwanuddin.2009. Makalah Transfer Belajar. Diakses Tanggal 13 april 2013 pukul 15.07
WITA (http://srisukopujilestari.blogspot.com/2009/07/transfer-belajar.html)
Ahmad,
Sutrisno, Dkk. Psikologi Pendidikan. Ponorogo: Pondok Modern Darussalam
Gontor, 2004.
Hamalik,
Oemar. Kurikulum Dan Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara, 2003.
Purwanto,
Ngalim. Psikologi Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosda Karya, 2002.
Syah,
Muhibbin. Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru. Bandung: PT
Remaja Rosda Karya, 1999.
Syah, M. 2002. Psikologi Belajar. Jakarta:
PT. Raja Grafindo Persada
0 komentar:
Posting Komentar